Kamis, 21 November 2013

laporan kerja bangku

PRAKTIKUM KERJA BANGKU by David Winarto

POLITIK HUKUM DALAM UUD 1945

Politik Hukum Dalam Uud 1945 (2) by David Winarto

Konsepsi pelaksanaan HAM sebelum dan sesudah amandemen

Konsepsi Pelaksanaan Ham Sebelum Dan Sesudah Amandemen Uud 1945 by David Winarto

Rangkaian Arus Searah by David Winarto

PENGERTIAN PERKEMBANGAN SPIRITUAL AGAMA




Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu.

Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1)        Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidak pastian dalam kehidupan,
2)        Menemukan arti dan tujuan hidup,
3)        Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4)        Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.

Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau kuasaa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisir atu teratur.
Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual. Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan spiritual.
Kata spiritual sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford English Dictionary, untuk memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari arti kata-kata berikut ini : persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atu pernyataan jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya perkembanga pemikiran danperasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan berhubngan dengan organisasi keagamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang.
Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah SWT, adalah dia dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya. Dengan kata lain, manusia dikaruniai insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, kemudian manusia dijuluki sebagai “Homo Devinans”, dan “Homo Religious”, yaitu makhluk yang bertuhan atau beragama.

TAHAP PROSES PERKEMBANGAN MORAL



Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral.
a.    Tingkat Prakonvensional Morality (anak usia 4-10 tahun)
Tingkat prakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu/anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya baik berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan.
Tingkat prakonvensional memiliki dua tahap, yaitu:
Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan
Pada tahap ini, akibat-akibat fisik pada perubahan menentukan baik buruknya tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghidari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya.
Tahap 2: Orientasi relativis-instrumental
Pada tahap ini, perbuatan dianggap benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar yang berorientasi pada untung-rugi.
b.    Tingkat Konvensional (anak usia 10-13)
Tingkat konvensional atau konvensional awal adalah aturan-aturan dan ungkapan ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok, atau masyarakat.
Tingkat konvensional memiliki dua tahap, yaitu:
Tahap 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi “Anak Manis”
Pada tahap ini, perilaku yang dipandang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka.Masyarakat adalah sumber yang menentukan apakah perbuatan seseorang baik atau tidak.
Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban
Pada tahap ini, terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap, penjagaan tata tertib sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas, aturan yang tetap, dan penjagaan tata tertib sosial yang ada. Semua ini dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dalam dirinya.
c.    Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berdasarkan Prinsip(anak usia 13 tahun ke atas)
Tingkat pascakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut. Tingkat pascakonvensional memiliki dua tahap, yaitu:
Tahap 5: Orientasi kontrak sosial legalitas
Pada tahap ini, individu pada umumnya sangat bernada utilitarian. Artinya perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh masyarakat. Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandang legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial. Di luar bidang hukum, persetujuan bebas, dan kontrak merupakan unsur pengikat kewajiban .
Tahap 6: Orientasi prinsip dan etika universal
Pada tahap ini, hak ditentukan oleh suara batin sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu kepada komprehensivitas logis, universalitas, dan konsestensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis, bukan merupakan peraturan moral konkret. Pada dasarnya inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas, persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat kepada manusia sebagai pribadi.

MORAL



Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, moral adalah:
1.    (ajaran tt) baik buruk yg diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila: -- mereka sudah bejat, mereka hanya minum-minum dan mabuk-mabuk, bermain judi, dan bermain perempuan;
2.    Kondisi mental yg membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dl perbuatan: tentara kita memiliki -- dan daya tempur yg tinggi;
3.    Ajaran kesusilaan yg dapat ditarik dr suatu cerita;
Menurut Bertens, moral berawal dari bahasa latin mos, jamaknya mores yang juga berarti adat kebiasaan. Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral, keduanya berarti adat kebiasaa. Perbedaannya hanya pada bahasa asalnya, Etika berasal dari bahasa Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa latin.
Dalam Wikipedia dijelaskan, Moral adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.
Antara etika dan moral memang memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MORAL


Berdasarkan sejumlah hasil penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model. Bagi para ahli psikoanalisis, perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis. Menurut psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam konsep superego yang dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya orang tua) sedemikian rupa, sehingga akhirnya terpencar dari dalam diri sendiri.karena itu,orang-orang yang tidak mempunyai hubungan yang harmonis dengan orang tuanya di masa kecil, kemungkinan besar tidak mampu mengembangkan super-ego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma masyarakat. Beberapa sikap orangtua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, di antaranya sebagai berikut.
a.   Konsisten dalam mendidik anak dilarang
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dan melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.
b.   Sikap orangtua dalam keluarga
Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah (dialogis), dan konsisten.
c.   Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim religius (agamis), dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.
d.   Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma
Orangtua sebaiknya menjadi cintoh positif bagi anak – anaknya, bukan hanya sekedar member contoh. Karena itu, orang-orang yang tak mempunyai hubungan yang harmonis dengan orang taunya dimasa kecil, kemungkinan besar tidak mampu mengembangkan superego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma masyarakat..

Teori-teori lain yang non psikoanalisi beranggapan bahwa hubungan anak-orang tua bukan satu-satunya sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral.tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya.
Didalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata faktor lingkungan memegang pean penting. Diantara segala unsur lingkungan sosial yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yng langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nila-nilai tertentu. Dalam hal ini lingkungan sosial berfundsi sebagai pendidik dan pembina. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan moral makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk atau meniadakan tingkah laku yang sesuai.
Dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu,  banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan moral, diantaranya yaitu:
1)        Faktor tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak.
2)        Faktor seberapa banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman,      orang-orang yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran- gambaran ideal.
3)        Faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara segala segala unsur lingkungan social yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu.
4)        Faktor selanjutnya yang memengaruhi perkembangan moral adalah tingkat penalaran. Perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
5)        Faktor Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain.