Rangkuman Materi pengetahuan bahan teknik Minggu I-VIII by David Winarto
Jumat, 29 November 2013
Rabu, 27 November 2013
Sabtu, 23 November 2013
Kamis, 21 November 2013
PENGERTIAN PERKEMBANGAN SPIRITUAL AGAMA
Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa
dan Maha pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu.
Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas
meliputi aspek-aspek :
1)
Berhubungan
dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidak pastian dalam kehidupan,
2)
Menemukan arti
dan tujuan hidup,
3)
Menyadari
kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4)
Mempunyai
perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.
Mempunyai kepercayaan atau keyakinan
berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang.
Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan
sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha,
dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang
atau kuasaa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief)
dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan suatu
konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan
perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan
juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk
mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama adalah sebagai sistem
organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan
dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu
sistem ibadah yang terorganisir atu teratur.
Definisi spiritual setiap individu
dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan
ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang
berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal
(hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang
tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan
kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan
spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual. Dimensi spiritual
merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur
psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan spiritual.
Kata spiritual sering digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian spiritual dapat dilihat dari
berbagai sumber. Menurut Oxford English Dictionary, untuk memahami makna kata
spiritual dapat diketahui dari arti kata-kata berikut ini : persembahan,
dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atu pernyataan
jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas,
adanya perkembanga pemikiran danperasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup,
dan berhubngan dengan organisasi keagamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya,
spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta
memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang.
Salah satu kelebihan manusia sebagai
makhluk Allah SWT, adalah dia dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk
mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya. Dengan kata lain, manusia dikaruniai
insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, kemudian
manusia dijuluki sebagai “Homo Devinans”,
dan “Homo Religious”, yaitu makhluk
yang bertuhan atau beragama.
TAHAP PROSES PERKEMBANGAN MORAL
Tahapan perkembangan moral
adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan
penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence
Kohlberg. Tahapan tersebut
dibuat saat ia belajar psikologi
di University of Chicago
berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget
dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral.
a. Tingkat Prakonvensional Morality
(anak usia 4-10 tahun)
Tingkat prakonvensional adalah
aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu/anak
berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya baik berupa sesuatu yang
menyakitkan atau kenikmatan.
Tingkat prakonvensional memiliki dua
tahap, yaitu:
Tahap 1: Orientasi hukuman dan
kepatuhan
Pada tahap ini, akibat-akibat fisik pada perubahan
menentukan baik buruknya tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari
akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghidari hukuman dan tunduk pada
kekuasaan tanpa mempersoalkannya.
Tahap 2: Orientasi
relativis-instrumental
Pada tahap ini, perbuatan dianggap benar adalah perbuatan
yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan
kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang
seperti hubungan di pasar yang berorientasi pada untung-rugi.
b. Tingkat Konvensional (anak usia
10-13)
Tingkat konvensional atau
konvensional awal adalah aturan-aturan dan ungkapan ungkapan moral dipatuhi
atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok, atau masyarakat.
Tingkat konvensional memiliki dua
tahap, yaitu:
Tahap 3: Orientasi kesepakatan
antara pribadi atau disebut orientasi “Anak Manis”
Pada tahap ini, perilaku yang
dipandang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang
disetujui oleh mereka.Masyarakat adalah sumber yang menentukan apakah perbuatan
seseorang baik atau tidak.
Tahap 4: Orientasi hukum dan
ketertiban
Pada tahap ini, terdapat orientasi
terhadap otoritas, aturan yang tetap, penjagaan tata tertib sosial. Perilaku
yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas,
aturan yang tetap, dan penjagaan tata tertib sosial yang ada. Semua ini
dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dalam dirinya.
c. Tingkat Pascakonvensional, Otonom,
atau Berdasarkan Prinsip(anak usia 13 tahun ke atas)
Tingkat pascakonvensional adalah
aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan
nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan,
terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip tersebut
dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut. Tingkat
pascakonvensional memiliki dua tahap, yaitu:
Tahap 5: Orientasi kontrak sosial
legalitas
Pada tahap ini, individu pada
umumnya sangat bernada utilitarian. Artinya perbuatan yang baik cenderung
dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji
secara kritis dan telah disepakati oleh masyarakat. Hasilnya adalah penekanan
pada sudut pandang legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk
mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial. Di
luar bidang hukum, persetujuan bebas, dan kontrak merupakan unsur pengikat
kewajiban .
Tahap 6: Orientasi prinsip dan etika
universal
Pada tahap ini, hak ditentukan oleh
suara batin sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang
mengacu kepada komprehensivitas logis, universalitas, dan konsestensi logis.
Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis, bukan merupakan peraturan moral
konkret. Pada dasarnya inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas,
persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat kepada manusia sebagai pribadi.
MORAL
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, moral adalah:
1. (ajaran tt) baik buruk yg diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila:
-- mereka sudah bejat, mereka hanya minum-minum dan mabuk-mabuk, bermain judi,
dan bermain perempuan;
2. Kondisi mental yg membuat orang
tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan
perasaan sebagaimana terungkap dl perbuatan: tentara kita memiliki -- dan daya
tempur yg tinggi;
3. Ajaran kesusilaan yg dapat ditarik
dr suatu cerita;
Menurut Bertens, moral berawal dari bahasa
latin mos, jamaknya mores yang juga berarti adat kebiasaan.
Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral, keduanya berarti adat
kebiasaa. Perbedaannya hanya pada bahasa asalnya, Etika berasal dari bahasa
Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa latin.
Dalam Wikipedia dijelaskan, Moral
adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan
yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral
adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya.
Antara etika dan moral memang
memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan
nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau
rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah
norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MORAL
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model. Bagi para ahli psikoanalisis, perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis. Menurut psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam konsep superego yang dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya orang tua) sedemikian rupa, sehingga akhirnya terpencar dari dalam diri sendiri.karena itu,orang-orang yang tidak mempunyai hubungan yang harmonis dengan orang tuanya di masa kecil, kemungkinan besar tidak mampu mengembangkan super-ego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma masyarakat. Beberapa sikap orangtua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, di antaranya sebagai berikut.
a. Konsisten dalam mendidik anak dilarang
Ayah
dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dan melarang atau
membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang
dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan
kembali pada waktu lain.
b. Sikap
orangtua dalam keluarga
Secara
tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau
sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses
peniruan (imitasi). Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap
kasih sayang, keterbukaan, musyawarah (dialogis), dan konsisten.
c. Penghayatan
dan pengamalan agama yang dianut
Orangtua
merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam
mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim religius (agamis),
dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada
anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.
d. Sikap
konsisten orangtua dalam menerapkan norma
Orangtua
sebaiknya menjadi cintoh positif bagi anak – anaknya, bukan hanya sekedar
member contoh. Karena itu, orang-orang yang tak mempunyai hubungan yang harmonis
dengan orang taunya dimasa kecil, kemungkinan besar tidak mampu mengembangkan
superego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering
melanggar norma masyarakat..
Teori-teori lain yang non
psikoanalisi beranggapan bahwa hubungan anak-orang tua bukan satu-satunya
sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri
mempunyai peran penting dalam pembentukan moral.tingkah laku yang terkendali
disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai
sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya.
Didalam usaha membentuk tingkah laku
sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata faktor lingkungan
memegang pean penting. Diantara segala unsur lingkungan sosial yang
berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk
manusia yng langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan
dari nila-nilai tertentu. Dalam hal ini lingkungan sosial berfundsi sebagai
pendidik dan pembina. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai
hidup tertentu dan moral makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk atau
meniadakan tingkah laku yang sesuai.
Dalam usaha membentuk tingkah laku
sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu, banyak faktor yang mempengaruhi
perkembangan moral, diantaranya yaitu:
1)
Faktor tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan
anak.
2)
Faktor seberapa banyak model (orang-orang dewasa yang
simpatik, teman-teman, orang-orang
yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-
gambaran ideal.
3)
Faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara segala
segala unsur lingkungan social yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting
adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi
oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu.
4)
Faktor selanjutnya yang memengaruhi perkembangan moral
adalah tingkat penalaran. Perkembangan moral yang sifatnya penalaran
menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana
dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menrut
tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral
seseorang.
5)
Faktor Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak
untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat,
keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain.
Langganan:
Postingan (Atom)